- Kutitipkan Sepotong Cinta Di Hatimu
- Akankah Genos Menjadi Layanan Jasa Tepi Jalan
- Diduga Tidak Berfungsinya Autothrottle Penyebab jatunya Sriwijaya SJ 182
- Sidang Tertutup Penentuan Kehalalan Vaksin Sinovac Dimulai Hari Ini Oleh MUI
- Prof Muzakir: Dalam Hal Apa HRS Menyebabkan Kedaruratan Kesehatan
- Waketum MUI: Untuk Apa PTPN Ambil Tanah HRS Kalau Tak Digunakan?
- Cara Abadikan Cahaya Malam Hari, Begini Caranya
- Pembangkit listrik luar angkasa, bagaimana cara kerjanya?
- Janji Malaysia Atas Unggahan Video Lagu Indonesia Raya Yang Menghina NKRI
- Ilmuan NASA Sukses Melakukan Demonstrasi Teleportasi Kuantuan Jarak Jauh
Membangun Karakter Emas Generasi Minangkabau
Keterangan Gambar : Buya Masoed Abidin, Intelektual Ranah Minang
UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER
NINIK MAMAK TUNGKU TIGO SAJARANGAN DALAM IMPLEMENTASI FILOSOFI Adat Basandi
Syarak (ABS), Sarak Basandi Kitabullah (SBK).
Baca Lainnya :
- Pemprov Fasilitasi PCR Tes Seluruh Karyawan Hotel Berbintang Di Sumbar0
- Enek Rubiah: Episode 10
- Corpopreneur Yes! Entrepreneur No!2
- KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM BUDAYA MINANGKABAU0
- Beberapa Fakta Penting Sekitar Masyumi dan PRRI0
Membangkitkan Kesadaran
Kolektif Akan Nilai Agama Islam di dalam Norma Dasar Adat di Minangkabau
Membangun Generasi Unggul Tercerahkan
Adat dan Budaya
Minangkabau dibangun di atas
Peta Realitas
Adat Minangkabau dibangun
di atas ”Peta Realitas”, yakni Adat yang
bersendi kepada “Nan Bana”. Dikonstruksikan secara kebahasaan. Direkam terutama
lewat bahasa lisan berupa pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun, yang
secara keseluruhan dikenal sebagai Kato Pusako. Ditampilkan lewat berbagai
upacara Adat serta kehidupan masyarakat se-hari-hari.
Kato Pusako menjadi rujukan di
dalam penerapan perilaku di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Pokok
pikiran ”alam takambang jadi guru” meletakkan landasan filosofis Adat Minangkabau atas dasar
pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bekerjanya alam semesta serta dunia
ini termasuk manusia dan masyarakatnya. Mereka telah menjadikan alam semesta
menjadi ”ayat dari Nan Bana”.
group-ulama-national-businees-2
Dalam peta realitasnya,
terungkap di dalam ”kato” yang menjadi mamangan masyarakatnya, di antaranya di
dalam Fatwa adat menyebutkan, “Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso
adat, Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari. Dek ribuik kuncang
ilalang, Katayo panjalin lantai, Hiduik jan mangapalang, Kok tak kayo barani
pakai. Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki, Baguru kapalang aja,
Bak bungo kambang tak jadi”.
Dengan perkataan lain, Adat
yang bersendi kepada “Nan Bana” sekaligus juga Pedoman serta Petunjuk Jalan
Kehidupan (PPJK) Masyarakat Minangkabau.
Karena itu Membina perilaku
beradat dan beragama di Minangkabau menjadi kerja utama setiap individu di
dalam nagari hingga dusun dan taratak, sebagaimana diungkapkan ;
“Rarak kalikih dek
mindalu, tumbuah sarumpun jo
sikasek, Kok hilang raso jo malu, bak
kayu lungga pangabek”
dan
“Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka pakan baso, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso”.
MERENDA ADAT MINANGKABAU
Para pemikir telah mengakui dan
memahami keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, termasuk Alam Terkembang
Jadi Guru.[1] Selanjutnya menjadikan alam semesta menjadi ”ayat dari Nan Bana”
atau ayat kauniyah.
Konsep ”Adaik basandi ka
mupakaik, mupakaik basandi ka alua, alua
basandi ka patuik, patuik basandi ka Nan Bana, Nan Bana Badiri Sandirinyo”
menunjukkan bahwa sesungguhnya para filsuf dan pemikir yang merenda Adat
Minangkabau telah mengakui keberadaan
”Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo”. Artinya, kekuasaan dan kebenaran
hakiki ada pada kekuasaan Tertinggi. Di dalam ajaran Islam dipahamkan dan bahwa Nan Bana (al Haqqu) itu
berada di tangan Allah Ta’ala semata (wahdaniyah, Sendiri). Ini dapat dimaknai
sebagai landasan masyarakat bertauhid.
KEHIDUPAN MASYARAKAT
MINANGKABAU ADALAH BERADAT BERADAB dan BERAGAMA
Kegiatan hidup masyarakat
Minangkabau dipengaruhi oleh berbagai lingkungan tatanan (”system”) pada
berbagai tataran (struktur). Tatanan Nilai dan norma dasar sosial budaya orang
Minang menjadi Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) dari orang Minang.
Tatanan ini menjadi WARISAN BUDAYA yang dibangun
berdasar Petatah Petitih (klasifikasi), peradaban (historis),
Peta realitas alam (inti
pemahaman dalam idea) dan Keyakinan
Agama Islam (anutan kepercayaan), Warisan Budaya ini jelas
sekali tampak pada Aspek Perilaku, pada bentuk-bentuk khusus tabiat, Lagu,
rituals, kelembagaan, Struktur masyarakat dan pengorganisasian kegiatan di
Minangkabau itu. Disamping itu warisan budaya tersebut terang pula terlihat
pada Aspek-Aspek Fisik seperti pada benda bersejarah, peralatan, senjata, bangunan bersejarah dan hasil Kerajinan
(Works of art).
PDPH Masyarakat Minangkabau
terungkap dalam SENI BUDAYA diantaranya pada karya seni masyarakatnya seperti
seni musik (saluang, rabab), seni pertunjukan (randai), seni tari (tari
piriang), dan seni bela diri (silek dan pamenan). Juga di benda-benda budaya
(karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan (rumah bagonjong), serta artefak
lain-lain mewakili ungkapan fisik dari konsep pandangan perilaku Adat
Minangkabau. sehingga masing-masing menjadi lambang dengan berbagai makna.
Pandangan Hidup ini memengaruhi
seluruh aspek kehidupan masyarakatnya dalam sikap umum dan perilaku serta
tata-cara pergaulan masyarakat yang menjadi landasan pembentukan pranata sosial
budaya, yang melahirkan berbagai lembaga
formal maupun informal (seperti Tungku Tigo Sajarangan, urang nan 4 jinih).
KESADARAN KOLEKTIF KESEPAKATAN
BERSAMA
Pandangan Hidup beradat menjadi
pedoman dan petunjuk perilaku bagi setiap dan masing-masing anggota masyarakat
di dalam kehidupan sendiri-sendiri dan bersama-sama.
Konsep dasar Adat Minangkabau
(Adat Nan Sabana Adat) ini menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia
dan Pandangan Hidup (PDPH) manusia dan
masyarakat Minangkabau.
Konsep PDPH yang merupakan inti
Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat) memengaruhi sikap umum dan tata-cara
pergaulan, adat istiadat yang lebih dikenal sebagai Adat nan Diadatkan dan Adat
nan Taradat. Adat Nan Sabana Adat adalah Kaedah Alam, sifatnya tidak berubah
sepanjang waktu disebut “ indak lakang dek paneh indak lapuak dek hujan “ , inilah
yang disebut “ Sunnatullah “ yaitu
Ketentuan Allah Pencipta Alam Semesta, dalam filsafat ilmu disebut
fenomena alam.
Alam telah diciptakan
sempurna dengan hukum-hukum yang
jelas sunnatullah (nature wet) hukum
alam لا تبديل لخلق الله
Dipakai sebagai timbangan yang
asli (cupak usali) karena begitulah sifat alam (manusia, hewan, tumbuhan, air,
tanah, api, angin) diciptakan Allah SWT.
Cupak usali adalah
yurisprudensi yaitu pedoman untuk memepat (menara) cupak buatan (hukum yang
dibuat manusia), dikenal dengan alam
takambang jadi guru, dalam bahasa
filsafat ilmu disebut “analogi“, dilafalkan dalam pahatan kato (yaitu kalimat
pendek luas maknanya), itulah “ kato dahulu
“ , nilainya berada pada domain
Hakekat.
PERPADUAN ADAT DAN SYARAK.
Firman Allah menyatakan,
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku)
supaya kamu saling kenal mengenal …”,
(QS.49, al Hujurat : 13).
Nabi Muhammad SAW memesankan
bahwa “Perbedaan di tengah-tengah umatku
adalah rahmat”
(Al Hadist).
Dan .“innaz-zaman qad istadara”,
bahwa sesungguhnya zaman berubah masa berganti
(Al Hadist).
Fatwa adat di Minangkabau
mengungkapkan
“Pawang biduak nak rang Tiku,
Pandai mandayuang manalungkuik, Basilang kayu dalam tungku, Di sinan api mangko
hiduik”.
ASPEK SIMBOLIS ABS-SBK sebenarnya adalah Syarak Mangato
Adaik Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru. [2]
Nilai-nilai ajaran Islam
mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan menghargai
nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan membimbing
manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ
مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ
Allah adalah pelindung bagi orang-orang
yang beriman yang mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada
nur(hidayah-Nya). Dan orang-orang kafir itu pelindung-pelindung mereka ialah
taghut ( sandaran kekuatan selain Allah) yang mengeluarkan mereka daripada nur
(hidayah Allah) kepada berbagai kegelapan ….
(Al-Baqarah, 257).
Nilai Islam mudah mengakar ke dalam kehidupan
masyarakat Minangkabau, sehingga
terkenal kuat agamanya dan kokoh
adatnya, pada berbagai lingkungan tatanan (”system”) dan pada berbagai tingkat
tataran (structural ).
Paling mendasar adalah tatanan
nilai dan norma dasar sosial budaya berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup
(PDPH).
Orang yang tidak beradat dan
tidak beragama Islam, kedudukannya disebut tidak berbudi pekerti atau indak
tahu di nan ampek = Sama artinya dengan
bodoh.
Pranata Sosial Budaya atau
batasan-batasan perilaku manusia yang lahir atas dasar kesepakatan bersama menjadi
”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan masyarakat berupa seperangkat aturan
main dalam menata kehidupan bersama. Setelah masuk Islam ke Minangkabau maka
batasan perilaku itu bersandikan Syarak dan Kitabullah.
Sebagai masyarakat beradat
dengan adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan Kitabullah, maka
kaedah-kaedah adat itu memberikan pelajaran strategi dalam penerapannya.
Diantaranya “Mengutamakan
prinsip hidup keseimbangan.” Islam menghendaki keseimbangan antara rohani dan
jasmani.
“Sesungguhnya jiwamu (rohani-mu)
berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu (jasmanimu) pun berhak
atasmu supaya kamu pelihara” (Hadist).
Keseimbangan tampak di ranah
ini, “Rumah gadang gajah maharam, Lumbuang baririk di halaman, Rangkiang tujuah
sajaja, Sabuah si bayau-bayau, Panenggang anak dagang lalu, Sabuah si Tinjau
lauik, Birawati lumbuang nan banyak, Makanan anak kamanakan. Manjilih ditapi
aie, Mardeso di paruik kanyang.
Nilai nilai Islam mengajarkan
“Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan
berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya”
(Hadist).
Nilai Islam menanamkan
kesadaran bahwa “bumi Allah amatlah luasnya” sehingga mudah untuk digunakan
sesuai firman Allah, “Maka berpencarlah kamu diatas bumi, carilah karunia Allah
dan (di samping itu) banyaklah ingat akan Allah, supaya kamu mencapai
kejayaan”.
(QS.62, Al Jumu’ah : 10).
Kesadaran ini tertancap dalam
pada Pranata Sosial Budaya Minangkabau yakni batasan-batasan perilaku manusia atas
dasar kesepakatan bersama yang menjadi ”kesadaran kolektif” di dalam pergaulan
masyarakat berupa seperangkat aturan main dalam menata kehidupan bersama.
Dengan panduan agama Islam maka
pranata social Minangkabau itu bersandikan kepada Syariat Islam dan Kitabullah.
Supaya jangan tetap tinggal terkurung dalam lingkungan yang kecil, dan sempit
(QS.4, An Nisak : 97) maka wujudlah kearifan
“Karatau madang dihulu babuah babungo balun. Marantau buyuang dahulu
dirumah paguno balun”.
Kemudian meng-introdusir tenaga
mereka kembali kemasyarakatnya merasakan denyut nadi kehidupan dan berurat pada
hati umat itu.
Ditanamkan pentingnya
kehati-hatian “Ingek sa-balun kanai, Kulimek sa-balun abih, Ingek-ingek nan
ka-pai, Agak-agak nan ka-tingga”.
Memiliki jati diri, self help
dengan tulang delapan kerat walau dengan memakai cara amat sederhana sekalipun
“lebih terhormat”, daripada meminta-minta dan menjadi beban orang lain.
Membiarkan diri hidup dalam
kemiskinan dengan tidak berusaha adalah salah. “Kefakiran (kemiskinan) membawa orang kepada kekufuran. (Hadist)
PEMESRAAN NILAI-NILAI ISLAM
KEDALAM FILOSOFI BUDAYA MINANGKABAU
dengan bimbingan agama Islam
terhadap generasi Minangkabau terjadi semacam lompatan kuantum (”quantum leap”)
di dalam penerapan budaya Minangkabau.
Bertumbuh-kembangnya
manusia-manusia unggul dan tercerahkan. Munculnya tokoh-tokoh yang berperan
penting dalam sejarah kehidupan masyarakat adat Minangkabau di kawasan ini.
Semata karena nilai yang dibawa oleh ajaran Islam yang mudah mengakar ke dalam
kehidupan masyarakat di Minangkabau.
Orang Minangkabau terkenal kuat
agamanya dan kokoh adatnya. Seorang anak Minangkabau di mana saja berdiam tidak
akan senang di sebut tidak beragama, dan tidak beradat.
Orang yang tidak beradat dan
tidak beragama Islam, di samakan kedudukannya dengan orang tidak berbudi
pekerti atau indak tahu di nan ampek. [3]
Adat Minangkabau dinamis,
menampakkan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil
nyata dari alam takambang jadi guru, makin kokoh dengan keyakinan yang diisi
oleh agama Islam yang benar (haq dari Rabb).
Bagi setiap orang yang secara
serius ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat nagari, pasti akan
menemui di nagari satu iklim (mental climate) yang subur bila pandai
menggunakan dengan tepat.
Ada kekuatan agama, tamadun,
budaya, adat istiadat, dan budi bahasa yang baik.
Lah masak padi rang
Singkarak, masaknyo ba tangkai-tangkai,
sa tangkai jarang nan mudo. Kabek sa balik buhue sintak, payahlah urang nak ma
ungkai, tibo nan punyo rarak sajo.
Maknanya, Diperlukan orang-orang yang ahli di bidangnya
untuk menatap setiap peradaban yang tengah berlaku dalam adaik salingka nagari.
Alah bakarih samparono,
bingkisan rajo Majopaik, Tuah ba sabab ba karano, pandai ba tenggang di nan
rumik.
Ini adalah satu realita
objektif belaka, bahwa ; Siapa yang paling banyak menyelesaikan
persoalan masyarakat , pasti akan
berpeluang banyak mengatur masyarakat.
PENGUATAN PERAN NINIK MAMAK
DALAM TUNGKU TIGO SAJARANGAN
Beberapa model perlu
dikembangkan di kalangan para ninik mamak Tungku Tigo Sajarangan yang menjadi
pendidik masyarakat dikelilingnya (anak kemenakannya).
Perlu dikuatkan pemurnian
wawasan fikir, kekuatan zikir, penajaman visi, mengembangkan keteladanan uswah
hasanah, sabar, benar, memupuk rasa kasih sayang dan pendalaman spiritual
religi.
Maka Peran Tungku Tigo
Sajarangan sesungguhnya adalah ;
a). Menjalin dan membuat kekuatan bersama untuk
menghambat gerakan yang merusak Sarak
(agama Islam).
b). Menimbulkan keinsafan mendalam di kalangan
rakyat anak nagari tentang perlunya penghakiman yang adil sesuai tuntutan sarak
dalam syariat Agama Islam.
c). Meningkatkan program melahirkan masyarakat
penyayang yang tidak aniaya dalam tatanan kekerabatan.
d). Menanamkan tata kehidupan saling kasih
mengasihi dan beradab sopan santun sesuai adat basandi sarak, sarak basandi
Kitabullah.
Dengan begitu amat diharapkan
lahir generasi Minangkabau yang berkualitas mengutamakan manhaj-ukhuwah ;
“bulek aie dek pambuluah bulek
kato ka mupakaik.”
e). Mengamalkan budaya amal jama’i
; “kok gadang indak malendo, kok cadiek indak manjua, tibo di kaba baik bahimbauan, tibo di kaba
buruak bahambauan ... Manyuruah babuek baik, Malarang babuek jahek, Mahirik
mambantang, manunjuak ma-ajari. Managua manyapo, Tadorong mahelo, talompek
manyentak, Gawa ma-asak, ma asak lalu ka nan bana. Tak ado karuah nan tak
janieh. Tak ado kusuik nan tak salasai. Sehingga melalui bimbingan pituah adat
ini lahirlah generasi muda yang dapat meniru kehidupan lebah; kuat
persaudaraannya, kokoh organisasinya,
berinduk dengan baik, terbang bersama membina sarang, baik hasil
usahanya, dapat dinikmati oleh lingkungannya.
Ringkasnya Membangun kembali
masyarakat beradat sopan santun, dengan cara ;
1). Menghidupkan kembali
peraturan bagi tiap suku untuk melengkapi kembali perangkat sukunya, dan
memerankan kekerabatan kaum.
2). Memperkuat peran generasi
muda dengan kualifikasi keilmuan, kejujuran, kesetiaan kepada negara, serta
memiliki keahlian mengelola nagari dalam pemerintahan nagari.
3). Mengusahakan tumbuhnya
kesadaran membantu mengembangkan pembangunan kampung halaman melalui sumbangan
pemikiran dan bantuan lainnya, guna
penguatan perangkat pemerintahan Nagari
dengan prinsip
Sama Bekerja dan Bekerja Sama
Saciok bak ayam Sadancieng bak basi,
Kehidupan KEBERSAMAAN (ijtima’iy) masyarakat MADANI
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing, memiliki hati yang tenteram.
Tujuan perhimpunan atau
perkumpulan seperti adanya lembaga “Tungku Tigo Sajarangan” di nagari nagari
adalah membentuk ikatan yang tenteram, bahagia dan berkekalan (sustainability)
dalam aturan-aturan dan ketentuan agama (etika religi) menurut syariat Islam.
Semua orang berkeinginan untuk
hidup bahagia, kekal dan langgeng. Perintah Agama Islam menyebutkan, Hendaklah
engkau berjamaah. Dengan berhimpun bermasyarakat (ijtima’iy) dapat
dicapai kesatuan, kekompakan dan kebahagiaan dengan cara :
✔️ Saling Mengerti antara Sesama, untuk menjalin
komunikasi masing-masing. Tidak akan memaksakan
egonya, karena perbedaan suku atau adalah karunia Allah, Kebiasaan
masing-masing, Selera, kesukaan atau hobi, Pendidikan, Karakter/sikap pribadi secara proporsional
baik dari masing-masing, maupun dari orang-orang terdekatnya, seperti orang
tua, teman ataupun saudaranya, dan yang relevan dengan ketentuan yang
dibenarkan syari`at.
✔️ Saling Menerima. Satu team work akan terbina dengan saling
menerima satu sama lain. Satu kesatuan kelompok adalah ibarat satu tubuh dengan
beragam kehendak. Dengan keredhaan dan saling pengertian, beragam warna merah
dicampur akan menampilkan keindahannya.
✔️ Saling Menghargai, dalam Perkataan dan
perasaan, Bakat dan keinginan masing-masing. Sikap saling menghargai adalah
sebuah jembatan menuju kuatnya satu team work.
✔️ Saling Memercayai, akan melahirkan kemerdekaan
berfikir, inovasi dan kreasi mencapai kemajuan. Keselarasan akan lebih
meningkat, serta hal ini merupakan amanah Allâh.
✔️ Saling Menyintai, akan memunculkan beberapa
hal seperti, lemah lembut dalam bicara, selalu menunjukkan perhatian, bijaksana
dalam pergaulan, tidak mudah tersinggung, dan perasaan (batin) masing-masing
akan selalu tenteram.
Pandangan Hidup masyarakat
Minangkabau sejak dahulu, telah melahirkan angkatan-angkatan “generasi emas”,
dengan mengamalkan tatanan dan nilai adat dan keyakinan yang berjalin
berkelindan dengan sebuah adagium “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS-SBK), telah menjadi
pegangan yang menata seluruh kehidupan masyarakat Minangkabau dalam kenyataan
yang sesungguhnya.
Dalam periode keemasan itu,
Minangkabau dikenal sebagai lumbung penghasil tokoh dan pemimpin, baik dari
kalangan alim ulama ”suluah bendang anak
nagari” maupun ”cadiak pandai” (cendekiawan pemikir dan pemimpin sosial
politik), yang berkiprah di tataran nusantara serta dunia internasional. [4]
MEMPERKUAT IKATAN KEKERABATAN
SUKU DAN KAUM
Kekerabatan yang erat telah
menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan
tidak akan wujud dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak. Nilai-nilai
ajaran Islam mengajarkan agar setiap Muslim wajib mengagungkan Allah dan
menghargai nikmatNya yang menjadi sumber dari rezeki, kekuatan, kedamaian dan
membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya.
Generasi Minangkabau dengan
filosofi adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah mampu bertahan. Wataknya
didukung pemahaman nilai-nilai Raso Pareso. Kemudian dikuatkan dengan keyakinan
Islam. Melalui pengamatan ini tidak
dapat disangkal bahwa Islam telah berpengaruh kuat di dalam Budaya Minangkabau.
Pranata sosial Masyarakat
Beragama yang Madani di Sumatera Barat yang didiami masyarakat adat Minangkabau
semestinya berpedoman (bersandikan) kepada Syarak dan Kitabullah. Agama Islam
yang bersumber kepada Kitabullah (Al Quranul Karim) dan Sunnah Rasulullah itu, maka pelaksanaan atau pengamalannya
tampak atau direkam dalam Praktek Ibadah, Pola Pandang dan Karakter Masyarakatnya,
Sikap Umum dalam Ragam Hubungan Sosial penganutnya. Dalam keniscayaan ini, maka
kekerabatan yang erat menjadi benteng
yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Kekerabatan tidak akan wujud
dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak.
Masyarakat Ber-Adat Beradab
Hanya Mungkin Jika Dilandasi Kitabullah
Pembentukan karakter atau watak
berawal dari penguatan unsur unsur perasaan, hati (qalbin Salim) yang menghiasi
nurani manusia dengan nilai-nilai luhur yang tumbuh mekar dengan kesadaran kearifan dalam kecerdasan budaya serta memperhalus
kecerdasan emosional serta dipertajam
oleh kemampuan periksa evaluasi positif
dan negatif atau kecerdasan rasional
intelektual yang dilindungi oleh kesadaran yang melekat pada keyakinan
(kecerdasan spiritual) yakni hidayah Islam.
Watak yang sempurna dengan
nilai nilai luhur (akhlaqul karimah) ini akan melahirkan tindakan terpuji, yang
tumbuh dengan motivasi (nawaitu) yang bersih (ikhlas).
Secara jujur, kita harus
mengakui bahwa adat tidak mungkin lenyap, manakala memahami fatwa adat, “Kayu pulai di Koto
alam, Batangnyo sandi ba sandi, Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang
baganti”.
Secara alamiah (natuurwet) adat itu akan
selalu ada dalam prinsip. Jika patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis).
Menjadi dominan ketika dikuatsendikan oleh keyakinan agama akidah tauhid,
dengan bimbingan kitabullah (Alquran) bahwa yang hilang akan berganti. Apa yang
ada di tangan kita akan habis, apa yang ada di sisi Allah akan kekal abadi.
Dilaksanakannya adagium Adat
Basandi Syarak Syarak, dan Syarak Bansandi Kitabullah (ABS-SBK) maka tali
hubungan antara Adat sebagai Pedoman serta Petunjuk Jalan Kehidupan
dibuhul-eratkan dengan ajaran Islam yang menekankan kepada akhlak mulia
(karimah).
Rentang sejarah membuktikan
bahwa penerapan ABS-SBK telah memberikan lingkungan sosial budaya yang subur
bagi seluruh anggota masyarakat dalam mengembangkan segenap potensi dan
kreativitasnya sehingga terciptalah manusia dan masyarakat Minangkabau yang
unggul dan tercerahkan.
Walau berada dalam lingkungan
yang sulit penuh tantangan, sejak zaman
kolonialisme hingga ke masa-masa perjuangan, budaya Minangkabau dengan ABS-SBK
terbukti mampu menciptakan lingkungan yang menghasilkan jumlah yang signifikan
tokoh-tokoh yang menjadi pembawa obor peradaban di kawasan ini.
Keunggulannya ada pada falsafah
adat yang mencakup isi yang luas ... Akhlak karimah berperan dalam kehidupan
yang mengutamakan kesopanan dan memakaikan rasa malu, sebab malu jo sopan kalau
lah hilang, habihlah raso jo pareso,
dalam terapan ABS-SBK secara “murni
dan konsekwen”. (Lihat QS.16, an-Nahl : 96.).
SIMPULAN SIMPULAN BUDI DAN
BASABASI
Masyarakat Unggul dan
Tercerahkan dicetak dengan Menanamkan Nilai-Nilai Ajaran Islam dan Adat Budaya.
Khusus bagi Masyarakat Adat
Minangkabau digali dari Al-Qur’an, membentuk peribadi yang zikir, — yakni hidup
dengan penuh kesadaran akan keberadaan Allah Ta’ala dengan segenap aspek
hubungan-Nya dengan manusia dan segenap makhluk Ciptaan-Nya —, dan berdaya
fikir, —
Berarti membuat Peta Kenyataan
sesuai Petunjuk Ajaran Allah Ta’ala yang diuraijelaskan Alquran dan
ditafsirterapkan oleh Rasul lewat Sunnah sebagai Teladan Utama (Uswatun
Hasanah) —.
Maka secara batinnya antara
adat dan agama saling melengkapi dari yang genap sampai yang ganjil.[5]
Adat Minangkabau dinamis,
menampakkan raso (hati, arif, intuitif) dan pareso (akal, rasio, logika), hasil
nyata dari alam takambang jadi guru, makin kokoh dengan keyakinan yang diisi
oleh agama Islam yang benar (haq dari Rabb).
Sebagai ujud pengamalan Firman Allah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا
فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang
Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan
mereka tentang agama (syariat, syarak) dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya (dengan cara-cara mengamalkannya pada setiap perilaku dan tindakan
dengan kehidupan beradat), apabila mereka telah kembali kepadanya – kekampung
halamannya –, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(QS.IX, at Taubah, ayat
122).
Tidak ada yang lebih indah
daripada budi dan basabasi. Yang dicari bukan emas dan bukan pula pangkat, akan
tetapi budi pekerti yang paling dihargai. Hutang emas dapat di bayar, hutang
budi dibawa mati. Agar jauh silang sengketa, perhalus basa dan basi (budi
pekerti yang mulia). Jika ingin pandai rajin belajar, jika ingin tinggi (mulia), naikkan budi pekerti.
Khulasahnya, penerapan ABS-SBK
mengharuskan kehidupan perorangan serta pergaulan masyarakat Minangkabau
berakar dari dan berpedoman kepada Al-Quran serta Sunnah Rasullullah.
Dengan demikian, ABS-SBK dapat
membentuk lingkungan sosial-budaya yang akan melahirkan masyarakat Minangkabau
yang unggul tercerahkan dengan kekuatan akidah dan akhlak menurut Kitabullah.
“Panggiriak pisau sirauik,
Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam
takambang jadikan guru ”.
Dengan melaksanakan ABSSBK
lahir sikap cinta ke nagari. Tumbuh sikap positif menjaga batas-batas patut dan
pantas. Terbentuk umat yang kuat, sehat fisik, sehat jiwa, sehat pemikiran, dan
sehat social, ekonomi, konstruktif (makruf).
“Pariangan jadi tampuak tangkai,
Pagarruyuang pusek Tanah Data, Tigo Luhak rang mangatokan. Adat jo syara’ jiko
bacarai, bakeh bagantuang nan lah sakah, tampek bapijak nan lah taban”
“Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak
mandaki, Adat jo syarak jiko tasusun, Bumi sanang padi manjadi.
Padang, 25 JUNI 2020
CATATAN KAKI ;
[1] Para filsuf dan pemikir Adat Minangkabau
(Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Katumanggungan, menurut versi Tambo Alam
Minangkabau). Mengungkapkannya ke dalam pepatah, petatah petitih, mamang,
bidal, pantun, yang berisi gagasan-gagasan bijak, sebagai Kato Pusako.
[2] Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah merupakan hasil kesepakatan — Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam —
dari dua arus besar (”main-streams”)
Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) Masyarakat Minangkabau yang sempat
melewati konflik yang melelahkan. Sejarah membuktikan, kesepakatan yang bijak
itu telah memberikan peluang tumbuhnya beberapa angkatan ”generasi emas” selama
lebih satu abad berikutnya. Karena itu, Peristiwa sejarah Piagam Sumpah Satie
Bukik Marapalam dapat disikapi dan diibaratkan bagaikan “siriah nan kambali ka
gagangnyo, pinang nan kambali ka
tampuaknyo”, yaitu dari Adat yang pada akhirnya bersendikan kepada Nan Bana,
Nan Badiri Sandirinyo, disepakati menjadi
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”(ABS-SBK).
[3] Sama artinya dengan bodoh.
[4] Sebagai hasil penelitian
sejarah, Dobin menyebutkan bahwa, sejak abad 17 di Minangkabau, surau telah
mengajarkan kepada masyarakat… “agar
menerima lima pokok Islam dan hidup sebagai orang Islam yang baik” … dan
dinyatakan pula bahwa salah satu fungsi surau adalah mengajarkan silat Melayu …
dan seorang guru biasanya mempunyai sejumlah pemuda yang bisa dipersiapkan
untuk menghadapi bentrokan … Dan, dengan tindakan (kesiapan) itu, para perampok
menjadi takut merampok dan menjual orang-orang tahanan mereka … di antaranya di
Ampek Angkek sejak pertengahan 1790 di bawah kepemimpinan surau (Tuanku Nan
Tuo) menjadikan negerinya mengalami kemajuan besar dalam pengaturan urusan
dagang, yang kemudian dilanjutkan murid beliau yang tersebar, di antaranya
Jalaluddin mendirikan surau di Koto Lawas (Koto Laweh) di lereng Gunung Merapi
sebagai nagari penghasil akasia dan kopi, untuk “membangun masyarakat muslim”
yang sungguh-sungguh …Demikian di tulis oleh Christine Dobin, dalam bukunya
“Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi, Minangkabau
1784-1847”, edisi Indonesia, Komunitas Bambu, Maret 2008, ISBN 979-3731-26-5,
di halaman 198 – 225.
[5] Sangat menarik pemakaian angka-angka di
Minangkabau, lebih nyata bilangan genap, realistis seperti ”kato nan ampek (4),
undang-undang nan duopuluah (20), urang nan ampek jinih, nagari nan ba ampek
suku, cupak nan duo (2), cupak usali jo cupak buatan, rumah basandi ganok,
tiang panjang jo tonggak tapi, basagi lapan (8) atau sapuluah (10) artinya
angka genap. Datang agama Islam, di ajarkan pula pitalo langik nan tujuah (7), sumbayang nan limo wakatu, rukun
Islam nan limo (5), Maka secara batinnya antara adat dan agama saling
melengkapi dari yang genap sampai yang ganjil.
